Halaqah09 Beriman Dengan Takdir dan Mengambil Sebab Bagian 1. Halaqah-10 Beriman Dengan Takdir dan Mengambil Sebab Bagian 2. Halaqah-11 Beriman Dengan Takdir dan Mengambil Sebab Bagian 3. Halaqah-12 Aliran Sesat Yang Menyimpang Di Dalam Masalah Takdir. Halaqah-13 Dua Macam Iradah Atau Keinginan Allāh.
Halaqah- 01 Pengertian Kitab Secara Bahasa dan Syariat. Halaqah - 02 Pentingnya Beriman Dengan Kitab-kitab Allah. Halaqah - 03 Wahyu. Halaqah - 04 Beriman Bahwasanya Kitab Ini Benar-benar Turun Dari Allah. Halaqah - 05 Beriman Dengan Nama2, Kitab2 Allah Yang Kita Ketahui Namanya. Halaqah - 06 Shuhuf Ibrahim.
ThawafIfadhah. Halaqah yang ke-9 dari Silsilah Manasik Haji, rukun haji bagian yang ke 2 : Thawaf Ifadhah dan Sai. Rukun haji yang ke 3 adalah Thawaf Ifadhah atau Thawaf Jiarah atau Thawaf Haji. Yang di maksud dengan Thawaf adalah mengelilingi Ka'bah sebanyak 7 kali dengan sifat-sifat tertentu.
Halaqah07; HSI 07 - 06 Shuhuf Ibrahim. By. admin - October 23, 2019. 0. Facebook. Twitter. Google+. Pinterest. WhatsApp. RELATED ARTICLES MORE FROM AUTHOR. HSI 07 - 25 Buah Beriman Dengan Kitab-Kitab. HSI 07 - 24 Penyimpangan Dalam Hal Iman Dengan Kitab Allah. HSI 07 - 23 Hukum Membaca Kitab-Kitab Sebelum Al-Qurān.
. بسم الله الرحمن الرحيم السلام عليكم ورحمة الله وبركاته الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن والاه Halaqah yang ke sembilan dari Silsilah Ilmiyyah Pembahasan Kitab Nawaqidul Islam yang ditulis oleh Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah. Rasulullah shallallāhu alaihi wa sallam membedakan antara keadaan Beliau ketika hidup dan keadaan Beliau setelah meninggal dunia. Dalam keadaan hidup, Beliau bisa mendo’akan. Ketika Beliau sudah meninggal dunia, maka Beliau tidak bisa mendo’akan. Di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al Bukhari di dalam كِتَاب الْمَرْضَى dari Aisyah radhiyallāhu anha, ketika Aisyah sakit kepala dan mengatakan, وَارَأْسَاهْ “Aduh, sakit kepalaku.” Kemudian Rasulullah shallallāhu alaihi wa sallam ketika mendengar ucapan Aisyah, Beliau bersabda, ذَاكِ لو كانَ وأَنَا حَيّ فأسْتَغْفِرُ لَكِ وأَدْعُو لَكِ “Wahai Aisyah, seandainya itu terjadi yaitu meninggalnya dirimu karena sakit ini dan aku dalam keadaan masih hidup, niscaya aku akan memohonkan ampun untukmu dan niscaya aku akan mendo’akan kebaikan untukmu.” Ucapan Beliau, dan aku dalam keadaan masih hidup’, menunjukkan bahwa seandainya Beliau masih hidup niscaya Beliau masih bisa mendo’akan, tetapi kalau Beliau sudah meninggal dunia maka Beliau tidak bisa mendo’akan dan tidak bisa memohonkan ampun untuk orang lain, bahkan untuk istrinya pun, Beliau tidak bisa. Demikian pula para sahabat radhiyallahu anhum, mereka membedakan antara keadaan Rasulullah shallallāhu alaihi wa sallam ketika masih hidup bersama mereka dan keadaan Beliau setelah meninggal dunia. Di zaman Umar bin Khatab radhiyallāhu anhu, terjadi kemarau panjang yang dahsyat karena lama tidak turun hujan, sehingga banyak tanaman yang rusak dan hewan-hewan yang mati. Bahkan karena sangat parahnya keadaan saat itu, terjadilah banyak pencurian. Karena saking banyaknya, sampai Umar bin Khatab radhiyallāhu anhu saat itu memaafkan orang-orang yang mencuri dan tidak memotong tangan mereka. Kemudian beliau radhiyallāhu anhu mengumpulkan para sahabat dan para penduduk Madinah saat itu untuk mengadakan sholat istisqo’, meminta hujan kepada Allah. Kemudian beliau berkata, اللَّهُمَّ إِنَّا كُنَّا إِذَا أَجْدَبْنَا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّنَا فَتَسْقِينَا “Ya allah, dahulu kami ketika kami mendapatkan kemarau di masa Rasulullah shallallāhu alaihi wa sallam kami bertawassul kepada-Mu dengan Nabi-Mu, kemudian Engkau memberikan hujan kepada kami.” Bertawassulnya para sahabat di sini adalah dengan meminta do’a Beliau shallallāhu alaihi wa sallam, sebagaimana ini praktek para sahabat di dalam hadits yang lain di mana para sahabat meminta kepada Rasulullah shallallāhu alaihi wa sallam supaya berdo’a kepada Allah. Sebagaimana di dalam hadits, seorang Badui Arab yang masuk ke dalam Masjid Nabawi dan Rasulullah shallallāhu alaihi wa sallam dalam keadaan berkhutbah. Kemudian orang Arab Badui ini berkata kepada Rasulullah shallallāhu alaihi wa sallam supaya Beliau shallallāhu alaihi wa sallam berdo’a kepada Allah meminta hujan. Maka Allah pun mengabulkan. Kemudian Umar berkata, وَإِنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِعَمِّ نَبِيِّنَا فَاسْقِنَا “Kemudian sekarang Ya Allah, kami bertawassul dengan paman Nabi-Mu, maka hendaklah Engkau memberikan hujan kepada kami.” Saat itu, Abbas bin Abdul Mutholib, paman Rasulullah shallallāhu alaihi wa sallam masih hidup. Dan bertawassul dengan paman Nabi saat itu dengan meminta do’a beliau supaya Allah menurunkan hujan. Perhatikanlah! Beliau bertawassul dengan do’a-do’a orang yang shalih yang masih hidup. Dan tidak datang ke kuburan Nabi shallallāhu alaihi wa sallam untuk meminta do’a, karena beliau radhiyallāhu Ta’āla anhu tahu bahwa yang demikian adalah kesyirikan dan tidak ada faidahnya. Padahal saat itu keadaan sangat parah. Dan tentunya dalam keadaan seperti itu, mereka mencari sebab atau cara yang paling manjur agar bisa keluar dari permasalahan tersebut. Ternyata Umar radhiyallāhu Ta’āla anhu meminta do’a dari Abbas yang masih hidup saat itu dan tidak meminta do’a dari Rasulullah shallallāhu alaihi wa sallam. Demikianlah, Rasulullah shallallāhu alaihi wa sallam dan para sahabat membedakan antara keadaan hidup dan mati. Jadi alasan bahwasanya orang-orang shalih tersebut hidup di dalam kuburan dan mendengar ucapan mereka, sehingga boleh meminta do’a darinya, maka ini adalah alasan yang tidak benar. Diantara mereka ada yang meminta do’a kepada orang-orang yang shalih yang meninggal dunia dengan alasan bahwa Allah adalah Al Khaliq Yang Maha Pencipta dan kita adalah hamba-hamba-Nya. Kita saja di dunia ketika ingin bertemu dengan seorang presiden, kita tidak bisa langsung bertemu dengan presiden tersebut, menyampaikan permintaan kita secara langsung. Akan tetapi di sana ada menteri, ajudan, pembantu-pembantu. Sulit bagi seseorang untuk sampai ke sana, kecuali melalui perantara-perantara tersebut. Kemudian orang ini mengatakan, demikian pula kita kepada Allah. Kita perlu wasithoh perantara yang menyampaikan hajat kita kepada Allah. Ini adalah alasan yang sangat lemah, karena Allah tidak bisa disamakan dengan makhluk. Allah adalah As Sami’ Yang Maha Mendengar, Al Bashir Yang Maha Melihat, Al Qadir Yang Maha Mampu untuk melakukan segala sesuatu. Seandainya seluruh manusia dan jin berkumpul dalam satu tempat lalu masing-masing berdo’a kepada Allah dengan bahasa masing-masing untuk meminta dipenuhi hajatnya, niscaya Allah bisa mendengar semuanya dan bisa menunaikan hajat mereka semuanya. وَٱللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَیۡءࣲ قَدِیرٌ [Surat Al-Baqarah 284] “Dan Allah Maha Mampu untuk melakukan segala sesuatu.” Adapun makhluk, maka dia adalah lemah. Makhluk tidak bisa mendengar ucapan beberapa orang yang berbicara di depannya dalam satu waktu. Apalagi menunaikan hajat mereka dalam satu waktu. Dia memerlukan pembantu, ajudan, menteri, apalagi yang diurusnya adalah jutaan manusia. Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqah kali ini. Semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada halaqah selanjutnya. والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته Abdullah Roy Di kota Pandeglang Materi audio ini disampaikan di dalam grup WA Halaqah Silsilah Ilmiyyah HSI Abdullah Roy.
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أجمعين Halaqah yang ke-18 dari Silsilah Ilmiyyah Beriman Dengan Kitab-kitab Allah adalah tentang “Kitab Al-Quran Bagian yang Keempat” Allah Azza wa Jall juga menyifati Al-Quran dengan beberapa sifat yang memiliki makna yang agung yang juga menunjukkan keutamaannya. Diantara sifat-sifat tersebut 1. Aziz Artinya yang mulia, dimuliakan oleh Allah dengan dijaga dari segala perubahan. Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِالذِّكْرِ لَمَّا جَاءَهُمْ ۖ وَإِنَّهُ لَكِتَابٌ عَزِيزٌ “Sesungguhnya orang-orang yang ingkar dengan adz-dzikru Al-Quran ketika datang kepada mereka dan sesungguhnya dia adalah kitab yang mulia.” Fushshilat 41 2. Majiid Artinya agung lagi mulia, Maksudnya agung maknanya dan luas ilmunya, Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman بَلْ هُوَ قُرْآنٌ مَجِيدٌ “Bahkan dia adalah Al-Quran yang agung.” Al-Buruj 21 3. Kariimun Artinya mulia lagi banyak manfaatnya, besar kebaikannya dan dalam ilmunya, Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman إِنَّهُ لَقُرْآنٌ كَرِيمٌ “Sesungguhnya dia adalah Al-Quran yang mulia.” Al-Waqi’ah 77 4. Mubaarak Artinya yang berbarakah yang banyak manfaatnya dan banyak membawa kebaikan, Kebaikan bagi yang membacanya, yang menghafalnya, yang mendengarnya, yang mentadabburinya, maupun yang mengamalkannya. Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman وَهَـذَا كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ مُّصَدِّقُ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ “Dan ini adalah kitab yang Kami turunkan berbarakah membenarkan apa yang datang sebelumnya.” Al-An’am 92 Diantara sifat-sifat Al-Quran adalah, 5. Fashl Artinya yang benar dan jelas, memisahkan antara yang haq dan yang bathil, Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman إِنَّهُ لَقَوْلٌ فَصْلٌ “Sesungguhnya dia Al-Quran adalah ucapan yang memisahkan antara yang haq dan yang bathil.”Ath-Thariq 13 Dan diantara sifat Al-Quran adalah, 6. Hakiim Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman الم ١ تِلْكَ آيَاتُ الْكِتَابِ الْحَكِيمِ ٢ هُدًى وَرَحْمَةً لِّلْمُحْسِنِينَ ٣ “Alif Lam Mim. Itu adalah ayat-ayat kitab yang hakīm, sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang berbuat baik.” Luqman 1-3 Hakim artinya Memiliki hikmah dan kebijaksanaan yang mendalam, ayat-ayatnya muhkam, yaitu kokoh. – Dia kokoh karena datang dengan lafazh yang paling fasih dan jelas yang mengandung makna yang dalam. – Kokoh karena tidak mungkin dirubah. – Kokoh karena kabar-kabar yang ada di dalamnya benar sesuai dengan kenyataan. – Kokoh karena tidak memerintah kecuali dengan sesuatu yang merupakan kebaikan bagi manusia dan tidaklah melarang kecuali dari sesuatu yang merupakan keburukan bagi manusia, dan – Dia kokoh karena tidak ada pertentangan di antara ayat-ayatnya. Dan diantara sifat Al-Quran adalah 7. Berbahasa Arab yang jelas Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman وَإِنَّهُ لَتَنزِيلُ رَبِّ الْعَالَمِينَ ١٩٢ نَزَلَ بِهِ الرُّوحُ الْأَمِينُ ١٩٣ عَلَى قَلْبِكَ لِتَكُونَ مِنَ الْمُنذِرِينَ ١٩٤ بِلِسَانٍ عَرَبِيٍّ مُّبِينٍ ١٩ “Dan sesungguhnya Al-Quran diturunkan dari Rabb semesta alam, turun dengannya Ar-Ruhul Amin Jibril atas hatimu supaya engkau termasuk orang-orang yang memberikan peringatan dengan bahasa Arab yang jelas.” Asy-Syu’ara 192-195 Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqah kali ini dan sampai bertemu kembali pada halaqah selanjutnya. وَ السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ Abdullāh Roy Di kota Al-Madīnah
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه Halaqah yang ke sembilan dari Silsilah Ilmiyyah Penjelasan Kitab Fadhlul Islam yang dikarang oleh Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah. Beliau mengatakan, وفيه أيضا، Dan di dalamnya juga kalau kita melihat – وفيه – dan di dalamnya, ucapan ini seakan-akan dia juga berada di dalam Shahih Al Bukhari karena hadits yang sebelumnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Al Imam Al Bukhari. Kalau yang dimaksudkan – وفيه – di sini adalah dan di dalam Shahih Bukhari juga, maka Allahu A’lam ini adalah mungkin lupa atau salah di dalam menempatkan, karena kalau kita melihat, ternyata diriwayatkan oleh Al Imam Muslim, ini kalau yang dimaksud adalah Shahih Bukhari. Tapi jika yang dimaksud oleh beliau adalah maksudnya di dalam hadits yang shahih maka benar, tapi kalau kita melihat akhirnya Akhrojahul Bukhari menunjukan bahwasanya beliau memasukkan di sini adalah Shahih Bukhori. Allahua’lam bahwasanya hadits ini yang benar diriwayatkan oleh Imam Muslim, bukan diriwayatkan oleh Al Imam Al Bukhari. عن أبي هُرَيرَة رَضِيَ اللهُ عنه، عنِ النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم أنَّه قال أضلَّ اللهُ عنِ الجُمُعة مَن كان قَبْلَنا، Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ’Anhu, Rasulullah ﷺ bersabda, Allah ﷻ telah menyesatkan orang-orang sebelum kita dari hari Jum’at. Maksudnya adalah menjadikan mereka tidak menjadikan hari Jum’at ini sebagai hari besar/utama bagi mereka. Allah ﷻ menjadikan orang-orang sebelum kita, tidak menjadikan hari Jum’at sebagai hari besar mereka. Itu maksud dari – أضلَّ اللهُ – Allah ﷻ ingin memberikan hari Jum’at ini kepada orang-orang yang paling Allah ﷻ cintai, yaitu kaum Muslimin. Allah ﷻ sesatkan orang-orang sebelum kita untuk mendapatkan hari Jum’at ini sebagai hari Raya. فكانَ لليهودِ يومُ السَّبت، Maka orang-orang Yahudi mereka memiliki hari Sabtu. Menjadikan hari Sabtu sebagai hari raya mingguan bagi mereka. و للنَّصارى يومُ الأحد، Dan orang-orang Nashoro mereka memiliki hari Ahad. Menjadikan hari Ahad ini sebagai hari besar mingguan bagi mereka. Di situlah mereka berkumpul, beribadah, dan sampai sekarang demikian. Orang-orang Nashrani menjadikan hari Ahad ini sebagai raya mingguan bagi mereka, demikian pula orang-orang Yahudi mereka adalah – Ashabu Sabt – menjadikan hari Sabtu ini sebagai hari raya mingguan bagi mereka, mengganggap bahwasanya hari tersebut adalah hari yang baik, mereka menganggap hari tersebut Allah ﷻ beristirahat dari menciptakan langit dan Bumi, karena Allah ﷻ menciptakan langit dan bumi dalam 6 hari dari Ahad sampai Jum’at, di hari Sabtunya mereka meyakini bahwasanya Allah ﷻ istaroh, maka di situlah mereka beribadah kepada Allah ﷻ, mereka menganggap bahwasanya hari itu adalah hari yang paling utama menurut mereka. Adapun orang-orang Nashrani menjadikan hari Ahad sebagai hari yang utama bagi mereka karena dianggap itu adalah hari yang pertama. Jadi menurut mereka yang pertama itulah yang paling utama. Hari pertama dalam satu pekan adalah hari Ahad, makanya dinamakan Al Ahad karena dia yang pertama. Yaumul Isnain hari yang ke dua, yaumuts tsulasa hari yang ke tiga, yaumul arbia’ hari yang ke empat dari kata Arba’, yaumul khomis dari kata Al khomis yaitu hari Kamis, hari ke lima. Maka itulah keadaan orang Yahudi dan Nashrani, menganggap itu adalah hari yang mulia menurut mereka. فجاءَ اللهُ بنا فهَدَانا ليومِ الجُمُعة، Kemudian Allah ﷻ mendatangkan kita mendatangkan orang-orang Islam, diutus Nabi Muhammad ﷺ dan masuklah ke dalam Islam orang yang masuk ke dalam agama Islam kemudian Allah ﷻ menunjukan kita kepada hari Jum’at ini. Ditunjukan kita bahwasanya hari yang paling mulia adalah hari Jum’at. Dalam sebuah Hadits Nabi ﷺ mengatakan, إِنَّ مِنْ أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمُ الْجُمُعَةِ، … Sesungguhnya termasuk hari-hari kalian yang paling afdhol adalah hari Jum’at. Dan beliau juga mengatakan, إِنَّ يَوْمَ الْجُمُعَةِ سَيِّدُ الأَيَّامِ ، وَأَعْظَمُهَا عِنْدَ اللَّهِ Sesungguhnya hari Jum’at ini adalah pemukanya hari-hari yang dikedepankan yang diutamakan diantara hari-hari dan dia adalah hari-hari yang paling besar di sisi Allah ﷻ. Ini yang mengabarkan Rasulullah ﷺ. Siapa yang mengabarkan kepada Rasul? Allah. – عِنْدَ اللَّهِ – di sisi Allah ﷻ hari yang paling besar yang diutamakan adalah hari Jum’at. Allah ﷻ beritahukan ini kepada kita umat Islam dan diantara kejadian-kejadian besar di hari tersebut bahwasanya di hari tersebut Allah ﷻ ciptakan Adam dan di hari tersebut Allah ﷻ turunkan Adam ke bumi, dan di hari tersebut Allah mewafatkan Adam, dan di dalamnya yaitu di Hari Jum’at ada satu waktu barangsiapa yang meminta kepada Allah ﷻ di waktu tersebut maka Allah ﷻ mengabulkan kepadanya, dan di hari tersebut juga akan terjadi As-Saa’ah. Ini menunjukan tentang kejadian-kejadian besar yang terjadi di hari tersebut dan Allah ﷻ menjadikan hari Jum’at sebagai Sayyidul Ayyam, yaitu hari yang paling mulia/utama. ، وكذلك هم تبعٌ لنا يومَ القيامَةِ، Dan demikianlah mereka ini orang-orang Yahudi dan orang-orang Nashrani mereka akan di belakang kita. Kita diberikan dan ditunjukan oleh Allah ﷻ kepada hari yang paling mulia, sementara orang-orang Yahudi dan orang-orang Nashrani mereka tidak diberikan yang demikian. Menunjukan tentang keutamaan umat Islam dibandingkan orang-orang Yahudi dan Nashrani. Berarti menunjukan bahwasanya umat Islam, mereka adalah lebih utama daripada orang-orang Yahudi dan Nashrani, lebih utama daripada umat-umat sebelum kita, lebih utama daripada pengikutnya Nabi Musa, dan lebih utama daripada pengikutnya Nabi Isa alaihisalam. Maka demikian pula mereka di Hari Kiamat juga berada di belakang kita, maksudnya adalah mengikuti kita maksudnya adalah di bawah kita. نحنُ الآخِرونَ من أهلِ الدُّنيا، Kita ini adalah orang-orang yang akhir diantara penduduk dunia karena Nabi kita adalah Nabi yang terakhir, tidak ada Nabi setelah Beliau ﷺ maka kita adalah umat yang paling akhir karena Nabi kita Nabi yang terakhir tidak ada lagi Nabi setelah Beliau, sehingga tidak ada lagi umat setelah kita. والأَوَّلونَ يومَ القِيامَةِ، Dan kita adalah orang yang paling awal di hari kiamat. Orang yang paling awal maksudnya adalah orang yang paling awal masuk ke dalam surga di hari kiamat. Bisa juga dan tidak ada pertentangan di dalamnya, bukan hanya – الأَوَّلونَ يومَ القيامة – di dalam masuk ke dalam Surga, tapi juga kita adalah orang yang pertama dihisab diantara makhluk, sebagaimana di dalam riwayat والأَوَّلونَ يومَ القِيامَةِ المقضيُّ لهم قبلَ الخلائقِ Jadi kita yang terakhir diantara penduduk dunia tapi kita yang pertama kali dihisab. Di dalam hadits yang lain, نحن الآخرون الْأولون يوم القيامة، ونحن أوّل من يدخل الجنة Kita adalah orang-orang yang terakhir maksudnya di dunia. الْأولون يوم القيامة Kita yang pertama-tama di hari Kiamat. ونحن أوّل من يدخل الجنة Dan kita adalah orang yang pertama kali masuk ke dalam Surga. Berarti – الْأولون – tadi bisa maknanya yang pertama kali dihisab dan maknanya yang pertama kali masuk ke dalam surga dan tidak ada pertentangan diantara keduanya. Allah ﷻ utamakan kita dengan berbagai keutamaan. Maka ini menunjukan tentang Islam yang dibawa oleh Rasulullah ﷺ , karena mereka bisa demikian disebabkan karena mereka memeluk agama Islam. Islam yang dibawa Nabi ﷺ maka mereka mendapatkan keutamaan tersebut. Keutamaan orang-orang Islam yang disebutkan dalam hadits ini disebabkan oleh keutamaan Islam yang mereka peluk dan ini menunjukan tentang keutamaan Islam. Oleh karena itu didatangkan oleh beliau hadits ini di dalam bab ini, karena dia menunjukan tentang keutamaan Islam. Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqah kali ini, semoga bermanfaat, dan sampai bertemu kembali pada halaqah selanjutnya. والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته Abdullah Roy Di Kota Jember Materi audio ini disampaikan di dalam grup WA Halaqah Silsilah Ilmiyyah HSI Abdullah Roy.
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أجمعين Halaqah yang ke tujuh belas dari Silsilah Ilmiyyah Beriman dengan Takdir Allah adalah tentang “Peran Do’a di Dalam Beriman dengan Takdir Allah”. Takdir telah tertulis, akan tetapi bukan berarti seseorang meninggalkan berdo’a kepada Allah. Berdo’a adalah bagian dari mengambil sebab yang diperintahkan untuk mendapatkan kebaikan dunia maupun kebaikan akhirat. Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman, وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ [QS Ghafir 60] “Dan berkata Rabb kalian, hendaklah kalian berdo’a kepada-Ku niscaya Aku akan mengabulkan untuk kalian.” Dan Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman, وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ… [QS Al-Baqarah 186] “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang diri-Ku, maka sesungguhnya Aku adalah dekat mengabulkan do’anya orang yang berdo’a kepada-Ku.” Dan do’a adalah ibadah, sebagaimana sabda Nabi ﷺ, الدعاء هو العبادة ”Do’a itu adalah ibadah.” [Hadits Shahih diriwayatkan oleh Abu Dawud, At Tirmidzi, An Nasai, dan Ibnu Majah] Dan Rasulullah ﷺ bersabda, وﻻ ﻳﺮﺩ ﺍﻟﻘﺪﺭ ﺇﻻ ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ “Dan tidak menolak Al Qadar kecuali do’a.” [Hadits Hasan diriwayatkan oleh Ibnu Majah] Dan bukanlah yang dimaksud dengan do’a bisa menolak takdir, bahwa do’a bisa melawan takdir Allah yang sudah Allah tulis, akan tetapi makna Al Qadar disini adalah Al Muqoddar, yaitu sesuatu yang ditakdirkan, artinya do’a bisa menjadi sebab berubahnya keadaan yang ditakdirkan oleh Allah menjadi keadaan lain yang juga ditakdirkan oleh Allah. Contoh seseorang ditakdirkan sakit kemudian dia berdo’a kepada Allah meminta kesembuhan kemudian Allah mengabulkan do’anya dan menakdirkan kesembuhan bagi orang tersebut. Dan do’a yang dipanjatkan oleh seseorang kepada Allah adalah bagian dari takdir Allah. Lalu bagaimana dikatakan bahwa doa bisa melawan takdir Allah azza wajalla. Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqah kali ini dan sampai bertemu kembali pada halaqah selanjutnya. والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته Abdullah Roy Di kota Al-Madinah Materi audio ini disampaikan di dalam Grup WA Halaqah Silsilah Ilmiyyah HSI Abdullah Roy. Post navigation
hsi 7 halaqah 9